BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah
makhluk-Nya yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan dibandingkan
makhluk-makhluk-Nya yang lain. Manusia dilengkapi akal untuk berfikir yang
membedakannya dengan binatang. Mengenai proses kejadian manusia, dalam
Al-Qur’an (QS. Al-Hijr (15) : 28-29) diterangkan bahwa manusia diciptakan dari
tanah dengan bentuk yang sebaik-baiknya kemudian ditiupkan ruh kepadanya hingga
menjadi hidup.
Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa manusia berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Di lain pihak banyak ahli agama yang menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Khususnya agama Islam yang meyakini bahwa manusia pertama adalah Nabi Adam a.s. disusul Siti Hawa dan kemudian keturunan-keturunannya hingga menjadi banyak seperti sekarang ini. Hal ini didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci masing-masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Untuk itu dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana proses kejadian manusia menurut Al-Qur’an, hadist, maupun iptek.
Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa manusia berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Di lain pihak banyak ahli agama yang menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Khususnya agama Islam yang meyakini bahwa manusia pertama adalah Nabi Adam a.s. disusul Siti Hawa dan kemudian keturunan-keturunannya hingga menjadi banyak seperti sekarang ini. Hal ini didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci masing-masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Untuk itu dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana proses kejadian manusia menurut Al-Qur’an, hadist, maupun iptek.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa pengertian manusia menurut pandangan Islam?
- Dari apa manusia itu diciptakan?
- Bagaimana asal usul manusia diciptakan?
- Bagaimana proses penciptaan manusia itu?
- Apa tujuan dan fungsi penciptaan manusia?
1.3 Tujuan dan
Manfaat Penulisan
- Untuk mengetahui pengertian manusia menurut pandangan Islam.
- Untuk mengetahui dari apa manusia itu diciptakan.
- Untuk menjelaskan bagaimana asal kejadian manusia dan siapa
pencipta-Nya berdasarkan Al-Qur’an, hadist, dan iptek.
- Untuk mengetahui bagaimana proses penciptaan manusia.
- Untuk mengetahui tujuan dan fungsi penciptaan manusia.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Manusia
2.1.1 Pengertian
Manusia Menurut Pandangan Islam
Manusia dalam pandangan kebendaan (materialis) hanyalah
merupakan sekepal tanah di bumi. Manusia dalam pandangan kaum materialism,
tidak lebih dari kumpulan daging, darah, urat, tulang, urat-urat darah dan alat
pencernaan. Akal dan pikiran dianggapnya barang benda, yang dihasilkan oleh
otak.[1] Pandangan ini
menimbulkan kesan seolah-olah manusia ini makhluk yang rendah dan hina, sama
dengan hewan yang hidupnya hanya untuk memenuhi keperluan dan kepuasan semata.
Dalam pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia dan
terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik.
Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan
Allah, berupa Al-Qur’an menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu
berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin :
95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka
sebagai khalifah (makhluk alternatif) tetap hidup dengan ajaran Allah (QS.
Al-An’am : 165). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan (bisa dibedakan)
dengan makhluk lainnya, dan Allah menciptakan manusia untuk berkhidmat
kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat (51) : 56.
Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat (51) : 56).
2.1.2 Pengertian
Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia diantara
makhluk ciptaan-Nya. Oleh sebab itu manusia diharuskan mengenal siapa yang
menciptakan dirinya sebelum mengenal lainnya.[2]
Hakekat manusia adalah
sebagai berikut :
- Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan
hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
- Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang
tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
- Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam
usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat
dunia lebih baik untuk ditempati.
- Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan
baik dan jahat.
- Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama
lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat
kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
2.2 Asal Usul
Manusia
2.2.1 Manusia dalam
Pandangan Antropologi
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian
berkembang dan mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini
mengakibatkan adanya variasi mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin
dalam teori Evolusinya, manusia merupakan hasil evolusi dari kera yang
mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam
perjalanan waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk
hidup yang ada saat ini merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos dari
seleksi alam dan berhasil mempertahankan dirinya. Dalam teorinya ia mengatakan
: “Suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak
sempurna menuju kepada kesempurnaan”. Kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada
asal-usul manusia.
Dapat disimpulkan bahwa manusia dalam pandangan Antropologi
terbentuk dari satu sel sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap
dengan waktu yang sangat lama (evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan
semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari satu moyang yang sama. Nenek
moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin
ini akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi.[3]
Teori ini mempunyai
kelemahan karena ada beberapa jenis tumbuhan dan hewan yang tidak mengalami
evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Misalnya sejenis biawak/komodo
yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap ada.
Jadi dapat kita katakan bahwa teori yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak
mutlak karena antara teori dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.
2.2.2 Manusia dalam
Pandangan Agama Islam
Dalam Agama Islam,
segala sesuatunya telah diatur dengan baik dan digambarkan dalam kitab suci
Al-Quran. Tidak luput olehNya, bagaimana proses pembentukkan manusia yang
juga digambarkan sejelas-jelasnya. Dalam Al-Qur’an jika dipadukan dengan hasil
penelitian ilmiah menemukan titik temu mengenai asal usul manusia ini.
Terwujudnya alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan
oleh Allah dalam waktu enam masa. Keenam masa itu adalah Azoikum, Ercheozoikum, Protovozoikum, Palaeozoikum, Mesozoikum,
dan Cenozoikum. Dari penelitian para
ahli, setiap periode menunjukkan perubahan dan perkembangan yang bertahap
menurut susunan organisme yang sesuai dengan ukuran dan kadarnya masing-masing
(tidak berevolusi).[4]
Manusia dikaruniakan
oleh Allah akal untuk berfikir. Dengan akal, manusia mampu membedakan antara
yang haq (benar) dengan yang bathil (salah). Dengan akal pula, manusia mampu
merenungkan dan mengamalkan sesuatu yang benar tersebut. Dengan karunia akal, manusia
diharapkan dapat memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan
keindahan.
Disamping memiliki
akal, manusia selalu terlahir dengan 3 naluri yang pasti ada dalam dirinya,
yaitu :
- Naluri untuk mensucikan sesuatu : naluri untuk
beragama dan menyebah sesuatu yang lebih dari pada dirinya.
- Naluri untuk mempertahankan eksistensi diri :
manunia punya kecenderungan marah, sedih, senang dll.
- Naluri untuk melestarikan dirinya : naluri
kasih sayang.
2.3 Proses
Penciptaan Manusia
2.3.1 Penciptaan
Manusia Menurut Bibel
Menurut penjelasan di
dalam Bibel, Bibel tidak memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai
fenomena alam yang pada setiap masa sejarah manusia dapat menjadi subyek
pengamatan dan dapat meningkatkan banyaknya penjelasan atas kemahakuasaan
Tuhan, disertai dengan rincian-rincian spesifik tertentu. Sebagaimana akan kita
lihat nanti, teks-teks semacam itu hanya ada di dalam Al-Qur’an.
Penjelasan-penjelasan Bibel mengenai asal-usul penciptaan
manusia, dijelaskan di dalam Kitab Genesis dalam ayat-ayat yang membahas
penciptaan secara keseluruhan. Salah satu ayat yang ada di dalam Kitab Genesis
berbunyi : “Lalu Tuhan berkata, ‘Biarlah kita membuat manusia dalam citra kita,
sesuai dengan kita; dan jadilah mereka menguasai ikan di laut, burung di udara,
ternak, dan segala suatu di atas bumi serta setiap makhluk yang melata di atas
bumi’.[5]
2.3.2 Penciptaan
Manusia Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua
tahapan yang berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia pertama, Adam a.s. diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal(tanah
liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk
Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalamA
diri (manusia) tersebut (Q.S, Al An’aam (6):2, Al Hijr (15):26,28,29, Al
Mu’minuun (23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman (55):4). Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Penciptaan manusia selanjutnya adalah
melalui proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam
proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah)
yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah)
yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya
segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang
lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14). Hadits yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt. ke
dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah,
40 hari ‘alaqah dan 40 hari mudghah.
Penciptaan manusia dan
aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa di antaranya sebagai
berikut:
- Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari
sebagian kecilnya (spermazoa).
- Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
- Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
- Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.
- Setetes Mani
Sebelum proses
pembuahan terjadi, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu waktu
dan menuju sel telur yang jumlahnya hanya satu setiap siklusnya. Sperma-sperma
melakukan perjalanan yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur karena
saluran reproduksi wanita yang berbelok2, kadar keasaman yang tidak sesuai
dengan sperma, gerakan ‘menyapu’ dari dalam saluran reproduksi wanita, dan juga
gaya gravitasi yang berlawanan. Sel telur hanya akan membolehkan masuk satu
sperma saja.
Artinya, bahan manusia
bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya. Ini dijelaskan
dalam Al-Qur’an :
“Apakah manusia
mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang
dipancarkan?” (QS Al Qiyamah:36-37).
- Segumpal Darah Yang Melekat di
Rahim
Setelah lewat 40 hari,
dari air mani tersebut, Allah menjadikannya segumpal darah yang disebut
‘alaqah.
“Dia telah
menciptakan manusia dengan segumpal darah”. (al ‘Alaq/96:2).
Ketika sperma dari
laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, terbentuk sebuah sel tunggal yang
dikenal sebagai “zigot” , zigot ini akan segera berkembang biak dengan membelah
diri hingga akhirnya menjadi “segumpal daging”. Tentu saja hal ini hanya dapat
dilihat oleh manusia dengan bantuan mikroskop.
Tapi, zigot tersebut
tidak melewatkan tahap pertumbuhannya begitu saja. Ia melekat pada dinding
rahim seperti akar yang kokoh menancap di bumi dengan carangnya. Melalui
hubungan semacam ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang
ibu bagi pertumbuhannya. Pada bagian ini, satu keajaiban penting dari Al Qur’an
terungkap. Saat merujuk pada zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu, Allah
menggunakan kata “alaq” dalam Al Qur’an. Arti kata “alaq” dalam bahasa Arab
adalah “sesuatu yang menempel pada suatu tempat”. Kata ini secara harfiah
digunakan untuk menggambarkan lintah yang menempel pada tubuh untuk menghisap
darah.
- Pembungkusan Tulang oleh
Otot
Disebutkan dalam
ayat-ayat Al Qur’an bahwa dalam rahim ibu, mulanya tulang-tulang terbentuk, dan
selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang ini.
“Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS Al
Mu’minun:14)
Para ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam
embrio terbentuk secara bersamaan. Karenanya, sejak lama banyak orang yang
menyatakan bahwa ayat ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Namun,
penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan menggunakan
perkembangan teknologi baru telah mengungkap bahwa pernyataan Al-Qur’an adalah
benar kata demi katanya.[6]
Penelitian di tingkat
mikroskopis ini menunjukkan bahwa perkembangan dalam rahim ibu terjadi dengan cara
persis seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut. Pertama, jaringan tulang
rawan embrio mulai mengeras. Kemudian sel-sel otot yang terpilih dari jaringan
di sekitar tulang-tulang bergabung dan membungkus tulang-tulang ini.
- Saripati Tanah dalam Campuran
Air Mani
Cairan yang disebut
mani tidak mengandung sperma saja. Ketika mani disinggung di Al-Qur’an, fakta
yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, juga menunjukkan bahwa mani itu
ditetapkan sebagai cairan campuran: “Dialah Yang menciptakan segalanya dengan
sebaik-baiknya, Dia mulai menciptakan manusia dari tanah liat. Kemudian Ia
menjadikan keturunannya dari sari air yang hina.” (Al-Qur’an, 32:7-8).
2.4 Manusia
dari Perspektif Al-Qur’an dan Al Hadist serta Iptek
Menurut Raghib Al
Asfahani seorang pakar bahasa Al-Qur’an, sebagaimana dikutip Quraish Shihab
memandang kata taqwim pada ayat ini sebagai isyarat tentang keistimewaan
manusia dibandingkan binatang, yaitu akal, pemahaman dan bentuk fisiknya yang
tegak lurus. Jadi, kalimat ahsanu taqwim berarti bentuk fisik dan psikis yang
sebaik-baiknya, yang dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. Allah berbuat
demikian karena Allah ingin menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Oleh
karenanya Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak
ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia.
Selayaknya ilmu
perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem hardware dan
software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua perangkat ini
bekerja secara sinergis dan dinamis agar manusia bisa menjalankan fungsinya
sebagai khalifah Allah di bumi.
Manusia diciptakan
Allah sebagai makhluk berpribadi, sebagai makhluk yang hidup bersama-sama
dengan orang lain, sebagai makhluk yang hidup di tengah-tengah alam dan sebagai
makhluk yang diciptakan dan diasuh oleh Allah. Manusia sebagai makhluk
berpribadi, mempunyai fungsi terhadap diri pribadinya. Manusia sebagai anggota
masyarakat mempunyai fungsi terhadap masyarakat. Manusia sebagai makhluk yang
hidup di tengah-tengah alam, berfungsi terhadap alam. Manusia sebagai makhluk
yang diciptakan dan diasuh, berfungsi terhadap yang menciptakan dan yang
mengasuhnya. Selain itu manusia sebagai makhluk pribadi terdiri dari kesatuan
tiga unsur yaitu : unsur perasaan, unsur akal, dan unsur jasmani. Al-Qur’an
menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di
muka bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi dan semi duniawi, yang di dalam
dirinya ditanamkan sifat-sifat : mengakui Tuhan, bebas, terpercaya, rasa
tanggungjawab terhadap dirinya maupun alam semesta, serta karunia keunggulan
atas alam semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai dengan kecenderungan jiwa
ke arah kebaikan maupun kejahatan. Kemaujudan mereka dimulai dari kelemahan dan
ketidakmampuan, yang kemudian bergerak ke arah kekuatan. Tetapi itu tidak akan
menghapuskan kegelisahan psikis mereka, kecuali jika mereka dekat dengan Tuhan
dan selalu mengingat-Nya.
2.5 Tujuan dan
Fungsi Penciptaan Manusia
Tujuan utama
penciptaan manusia adalah agar manusia itu mengabdi kepada Allah artinya
sebagai hamba Allah agar menuruti apa saja yang diperintahkan oleh Allah swt.
Sedangkan fungsi dari
penciptaan manusia ini secara global kami menyebutkan tiga kalsifikasi, yaitu:
- Manusia sebagai Khalifah
Allah di muka bumi
Khalifah disini
maksudnya menjadi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan segala isinya. Sebagai pedoman hidup manusia dalam melaksanakan tugas itu, Allah menurunkan
agama-Nya. Agama menjelaskan dua jalan yaitu jalan yang bahagia dan
jalan yang akan membahayakannya.
Perbedaan tingkat yang akan diadakan oleh Allah di dalam masyarakat manusia, bukanlah suatu kesempatan bagi
si kuat untuk menganiaya si lemah atau si kaya tidak memperdulikan si miskin, melainkan
suatu penyusunan masyarakat ke arah kebaikan hidup bersama melalui tolong
menolong.[7]
- Manusia sebagai Warosatul
Anbiya’
Kehadiran Nabi
Muhammad saw. di muka bumi ini mengemban misi sebagai ‘Rahmatal lil ‘Alamiin’
yakni suatu misi yang membawa dan mengajak manusia dan seluruh alam untuk
tunduk dan taat pada syari’at-syari’at dan hukum-hukum Allah swt. guna
kesejahteraan perdamaian, dan keselamatan dunia akhirat.
Misi tersebut berpijak pada trilogy hubungan
manusia, yaitu:
- Hubungan manusia dengan Tuhan, karena manusia
sebagai makhluk ciptaan-Nya.
- Hubungan manusia dengan masyarakat, karena
manusia sebagai anggota masyarakat.
- Hubungan manusia dengan alam sekitarnya,
karena manusia selaku pengelola, pengatur, serta pemanfaatan kegunaan
alam.
- Manusia sebagai ‘Abd (Pengabdi Allah)
Fungsi ini mengacu pada
tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah swt. Tugas ini diwujudkan
dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah swt. dengan penuh keikhlasan.
Secara luas konsep ‘abd ini meliputi seluruh aktivitas manusia dalam
kehidupannya. Semua yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya dapat
dinilai sebagai ibadah jika semua yang dilakukan (perbuatan manusia) tersebut
semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah swt.
2.6 Lain-lain
MAHA suci Allah yang telah mempercayakan kesempurnaan fisik dan mental kepada kita setelah melewati proses penciptaan yang panjang dalam kehidupan ini. Tujuan Allah SWT memberikan kesempurnaan kepada kita adalah agar kita dapat melihat, mendengar, dan merasakan betapa besar dan luar biasa semua ciptaan-Nya. Maka dengan kesempurnaan yang didapat dari proses yang panjang itu, saudaraku, apa lagikah yang menyebabkan kita harus mengingkari kekuasaan-Nya sehingga kita tidak bersyukur atas apa-apa yang telah Dia berikan kepada kita?
MAHA suci Allah yang telah mempercayakan kesempurnaan fisik dan mental kepada kita setelah melewati proses penciptaan yang panjang dalam kehidupan ini. Tujuan Allah SWT memberikan kesempurnaan kepada kita adalah agar kita dapat melihat, mendengar, dan merasakan betapa besar dan luar biasa semua ciptaan-Nya. Maka dengan kesempurnaan yang didapat dari proses yang panjang itu, saudaraku, apa lagikah yang menyebabkan kita harus mengingkari kekuasaan-Nya sehingga kita tidak bersyukur atas apa-apa yang telah Dia berikan kepada kita?
قُلْ
هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ
قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ
“Katakanlah,
‘Dialah yang menciptakan kalian dan menjadikan pendengaran, penglihatan dan
hati nurani bagi kalian. (Tatapi) sedikit sekali kalian bersyukur’,”(QS.
Al-Mulk: 23).
Surah al-Mulk ayat 23
ini merupakan salah satu dari sekian banyak ayat yang berbicara tentang
penciptaan manusia. Pada ayat ini, proses penciptaan manusia hanya disinggung
sekilas lewat kata ansya ‘akum. Sementara di beberapa ayat lain, proses
penciptaan dijelaskan dengan cukup rinci.
Dr. Zaghlul an-Najjar
mengatakan bahwa al-Qur’an membagi proses penciptaan manusia dalam tujuh
tahapan yang teratur. Yaitu: 1. setetes mani (nuthfah); 2. Hasil dari peleburan
ovum dan sperma (nuthfah amsaj); 3. Sesuatu yang melekat (alaqah); 4. Segumpal
daging (mudhghah); 5. Pembentukan tulang (izham); 6. Pembungkusan
tulang-belulang dengan daging; 7. Pembentukan fetus yang sudah jelas.
Urutan tahapan tersebut
terwakili oleh dua ayat berikut:
إِنَّا
خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا
بَصِيرًا
“Sungguh,
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat,” (QS. al-Insan: 2).
“Kemudian
Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim).
Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang
melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian,
Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang
paling baik,” (QS. Al-Mu’minun: 13-14).
Selain ayat di atas,
terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang proses penciptaan manusia.
Setidaknya, ada 11 ayat dalam al-Qur’an yang memuat kata nuthfah, yaitu: surah
an-Nahl ayat 4; al-Kahfi ayat 37; al-Hajj ayat 5; al-Mu’minun ayat 13; Fathir
ayat 11; Yasin ayat 77; al-Mu’min ayat 67; an-Najm ayat 46; al-Qiyamah ayat 37;
al-Insan ayat 2; dan surah ‘Abasa ayat 19. Semua ayat yang disebutkan di atas
menyebut nuthfah sebagai unsur dasar penciptaan manusia.
1. Tahap sesetes Mani (nuthfah)
Kata nuthfah yang Allah SWT gunakan dalam al-Qur’an
menunjuk kepada sel reproduksi (gamet). Secara bahasa (Arab), nuthfah berarti
air dalam jumlah yang sangat sedikit, dengan ukuran satu hingga beberapa tetes
saja. Al-Qur’an menggunakan istilah ini untuk mengindikasikan gamet, baik
laki-laki (sperma) maupun perempuan (ovum).
2. Tahap Nuthfah Amsyaj
Ungkapan nuthfah amsyaaj yang Allah SWT gunakan dalam al-Qur’an
merujuk pada sel reproduksi. Secara bahasa (Arab) memiliki makna, air dengan
jumlah satu hingga beberapa tetes. Al-Qur’an menggunakan kata ini untuk
mengindikasikan gamet, baik laki-laki (sperma) maupun perempuan (ovum).
Kata
benda (ism) nuthfah muncul dalam bentukmufrad (singular), sementara kata sifat amsyaajmuncul
dalam bentuk jamak (plural). Bentuk jamak digunakan untuk mengindikasikan bahwa
pencampuran terjadi pada lebih dari dua unsur (baca: jumlah dalam Bahasa Arab
memiliki tiga bentuk: mufrad, mutsanna [dual]), dan jamak. Dengan demikian,
kata amsyaaj muncul dalam bentuk jamak berdasarkan fakta bahwa unsur-unsur yang
tercampur tidak hanya gamet laki-laki dan perempuan saja, tetapi kandungan dari
masing-masing unsur itu juga ikut tercampur.
Kandungan paling penting
dari sel adalah informasi genetik, atau kode genetik-yang terdapat dalam DNA
sel, terdapat pada kromosom di dalam inti sel. Satu sel orang normal terdiri
dari 18,6 miliar molekul kimia dari banyak sub-unit DNA, yang berupa nitrogen,
gula, dan fosfat. Setiap sel reproduksi memiliki separuh dari jumlah sub-unit
DNA tersebut.
Jumlah keseluruhan
kromosom dan molekul kimiawi yang terkandung di dalamnya, yang menentukan kode
genetik dari embrio, disempurnakan dengan cara Allah SWT yang kehendaki. Ilmu
pengetahuan modern mengistilahkannya dengan pemrograman genetik. Beberapa jam
setelah pembuahan ovum (yang terdiri dari 23 kromosom) oleh sperma (yang
memiliki jumlah kromosom yang sama) menghasilkan jumlah kromosom keseluruhan,
sehingga karakteristik seorang manusia menjadi lengkap (46 kromosom dalam 23
pasang).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Pengertian manusia menurut pandangan Islam,
manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan
Allah dalam bentuk yang amat baik. Manusia diberi akal dan hati, sehingga
dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah
rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia
dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4).
- Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini
berarti bahwa ia adalah satu-satunya makhluk hidup yang mempunyai
pengetahuan atas kehadirannya sendiri. Ia mampu mempelajari, manganalisis,
mengetahui dan menilai dirinya.
- Terdapat dua pendapat mengenai asal usul
manusia, yaitu bahwa asal usul manusia dari nabi Adam a.s yang merupakan
pendapat para ahli agama sesuai dengan kitab-kitab suci sebagai dasar
(termasuk agama Islam). Pendapat kedua berdasarkan penemuan fosil-fosil
oleh para ilmuan yang berpendapat bahwa asal usul manusia sesuai dengan
teori evolusi merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar selama
bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling sempurna. Teori kedua
yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena antara teori dengan
kenyataan tidak dapat dibuktikan.
- Proses kejadian manusia berdasarkan Al-Qur’an
dan As Sunnah terjadi dalam dua tahap. Pertama, tahapanprimordial, yakni proses penciptaan nabi
Adam a.s sebagai manusia pertama. Kedua, tahapan biologi, yakni manusia diciptakan
dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam
rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut
dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh.
- Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik
bentuk, sehingga tidak ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya
dari manusia. Selayaknya ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit
manusia dengan sistem hardware dan software, lengkap, berkualitas tinggi
dan multifungsi. Kesemua perangkat ini bekerja secara sinergis dan dinamis
agar manusia bisa menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi.
- Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar
manusia menyembah dan mengabdi kepada Allah swt. Sedangkan fungsi
penciptaan manusia ke dunia, diklasifikasikan ke dalam tiga (3) pokok,
yaitu:
- Manusia sebagai Khalifah
Allah di muka bumi
- Manusia sebagai Warosatul
Anbiya’
- Manusia sebagai ‘Abd
(Pengabdi Allah)
3.2 Saran
Setelah mengetahui
asal usul dan bagaimana proses manusia itu diciptakan, hendaknya setiap manusia
bisa sadar akan tujuan hidupnya yaitu untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena
jiwa yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang berbahagia, mendapat
ketenangan, serta akan memperoleh imbalan surga. Sebagaimana firman Allah SWT
yang artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhainya. Maka masuklah dalam jamaah hamba-hambaku. Dan masuklah
ke dalam surgaku.” (QS Al Fajr : 27-30)
Selama hidup di dunia
manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah. Seluruh aktivitas
hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepada Allah SWT sebagai pencipta
semua makhluk.
Semoga dapat menjadi
pembelajaran bagi kita semua sehingga kita menjadi manusia yang senantiasa
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Dengan terselesaikannya
makalah ini semoga bermanfaat bagi semuanya dan pembaca khususnya. Penyusun
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang harus
dibenahi. Untuk itu masukan-masukan dari pihak-pihak yang merespon makalah ini
sangat ditunggu.