Senin, 24 Februari 2020

GELANG KESEHATAN TRENDY TERBAIK DI DUNIA

Kesehatan adalah nomor satu yang di utamakan oleh setiap manusia, kalau misalkan kita seorang milyarder namun kita tidak sehat percuma juga kan. Nah, untuk anda yang memiliki kondisi lemah atau kurangnya asupan gizi bagi kesehatan tubuh- kurangnya tidur akibat pekerjaan adalah faktor utama bagi kondisi fisik kita. Sehat yang bermasalah merupakan sahabat sejati di era zaman modernisasi ini, ada beberapa faktor sehingga kita dapat terjangkit sakit yang bermasalah. Yaitu;  radiasi handphone adalah resolusi terbesar, terutama sinar ultraviolet yang selalu dipancarkan setiap harinya.
    Agar kondisi badan kita selalu fits sehat selalu kami ada prodak super yaitu GELANG KESEHATAN TRENDY DI TAHUN 2020 bahkan sepanjang hayat. Berikut sedikit penjelasan mengenai manfaatnya;
MAXSTRONG💎 adalah gelang untuk Strong man dan Kesehatan . Kombinasi sempurna dari bahan

*BATU ANION*
- Membantu penyerapan oksigen pada dalam darah , yang dapat meningkatkann metabolisme tubuh , sehingga jika anda memakai gelang ini anda akan mendapatkan energy lebih , sangat cocok untuk stamina pria

*MAGNET*
- Menyeimbangkan ion dalam tubuh anda , sehingga tubuh terasa lebih fit sepanjang hari meskipun kebutuhan kalori anda lebih sedikit .
Dan ini akan sangat membantu anda tidak gampang lelah saat berhubungan

*TITANIUM MURNI*
- Mengatur listrik pada tubuh anda ,
Sehingga bisa menangkal radiasi negatif elektromagnetic pada tubuh anda (Anti Radiasi) contoh nya pada Hp dan laptop sangat cocok untuk yang kerja berhadapan dengan elektronik

*MANFAAT POWER ENERGY BRACELET + GALAKS STRONG*

- Stamina pria kuat berhubungan 30-50 Menit
- Memperbanyak Jumlah Sperma dan sperma lebih kental
- Mr p lebih besar , Panjang , Kuat keras seperti kayu

Manfaat lain untuk kesehatan sehari hari⬇️

- Anti Radiasi sangat cocok untuk yang kerja dikantoran menghadap komputer / laptop / gadget
- Menjaga Konsentrasi dan meningkatkan metobolisme Tubuh
- Badan Anti Pegal pegal dan tidak Lelah
- Meningkatkan Sirkulasi & Aliran darah
- Cocok untuk Fashionable (fashion)

Power Energy Bracelet sudah dapat Sertifikat Internasional + Garansi 
*BPOM* *HALAL* *FDA* *MUI* All Registed

    

Untuk pemesanan bisa via Whatapps : 083877578388
Atau email: tianemoisturizer@gmail.com
Follow ig :nature.herbalofficial

Kamis, 13 April 2017

MAKALAH PENTINGNYA MENGAMALKAN ILMU, HADIST TARBAWI

KATA PENGATAR


Puja dan puji hendaklah hanya dipanjatkan kepada Illahi Rabbi. Karena berkat rahmat, karunia, hidayah, serta inayahnya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah tafsir tarbawi ini. Tentunya semua tercapai tak terlepas dari segala kemampuan dan keterbatasan yang penulis miliki.
Shalawat dan salam serta rasa rindu dan cinta semoga selalu tercurah limpah kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw, kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in dan tabi’tnya, dan Insya Allah telah sampai Risalahnya kepada kita selaku umatnya.
Penulis ucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang ikut andil memberi motivasi dan pengarahan dalam penyusunan makalah tafsir tarbawi. Sebuah harapan apabila makalah yang telah penulis susun bisa memberi manfaat khususnya bagi penulis, umumnya untuk pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam hal penyusunan makalah ini tidak terlepas dari yang namanya kekurangan baik dari segi penulisan maupun pembahasan, yang mungkin masih jauh dari apa yang penulis harapkan. Maka saran dan kritik dari pembacalah yang kami harapkan demi perbaikan di waktu mendatang.
Pada akhirnya saran dan kritik membangun dari pembacalah yang dapat menyempurnakan makalah ini. Lebih dan kurang dari isi makalah ini, merupakan bukti adanya keinginan penulis untuk mengkaji dan menambah wawasan ilmu yang belum sepenuhnya kami miliki.

Bandung, April 2017

Penulis  



DAFTAR ISI

      



BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam islam , ilmu memiliki aksiologis yang sangat agung , karena dengan ilmulah semuanya berawal dalam meniti jalan suci ini . Selain itu ilmu juga dapat mengangkat  derajat bagi siapa saja yang memilikinya. Ungkapan ini bukan asal bunyi saja , namun memiliki alasan dan bukti mengapa orang berilmu bisa sampai dinaikkan derajatnya ? derajat mereka naik karena ilmu mereka yang membawa jiwa dan raga mereka ke tempat yang utama di pandangan manusia dan Tuhan .
Begitulah nikmatnya islam , sehingga segala tingkah laku kita diatur oleh islam , sampai pada ilmu pun Islam mengaturnya , mulai dari kewajiban menuntut ilmu , mengamalkan ilmu dan ancaman bagi orang yang tidak mengamalkan ilmu . Hal tersebut harus kita pelajari secara mendetail sehingga kita tidak termasuk orang yang salah dalam memahami ilmu.
Ilmu yang kita peroleh membutuhkan lahan agar ilmu tersebut dapat menjadi penolong bagi kita yaitu dengan cara mengamalkannya , baik dengan mengajarkannya maupun yang lainnya . Ilmu tersebut dapat menjadi boomerang bagi kita , jika kita tidak mengamalkan ilmu tersebut .Ada ungkapan “ jangan biarkan  satu orang pun tersesat karena ilmu yang kita peroleh tidak di amalkan “ .Begitulah pentingnya mengamalkan ilmu sehingga ada pahala yang menanti kita jika kita mengamalkan ilmu yang kita perolah ,namun sebaliknya disana juga telah menanti kehancuran yang sedang mengendap – ngendap di balik layar untuk menjerumuskan kita , jika kita tidak mengamalkan apa yang kita pelajari .

  B.          Rumusan masalah

                Berdasarkan uraian latar belakang masalah , agar kajiannya fokus maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut :
              1. Bagaimanakah urgensi mengamalkan ilmu?
             2. Sebutkan ayat-ayat didalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pentingnyamengamalkan ilmu?
       3.  Bagaimanakah hukum dan ancaman-ancaman bagi seorang  muslim yang tidak mengamalkan ilmunya?

C.         Tujuan Penulisan

             Dari rumusan masalah di atas ,penulisan makalah ini bertujuan untuk :
            1.  Mengetahui urgensi mengamalkan ilmu.
            2.  Menyebutkan ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan pentingnya mengamalkan ilmu.
        3.  Mengetahui hukum-hukum dan ancaman-ancaman bagi seorang muslim yang tidak mengamalkan ilmunya


BAB II PEMBAHASAN

A.     Urgensi Mengamalkan Ilmu

     Ilmu yang telah kita peroleh membutuhkan lahan agar ilmu tersebut dapat menjadi penolong bagi kita, yaitu dengan cara mengamalkannya, baik dengan mengajarkannya maupun yang lainnya. Jika anda memahamkan sesuatu secara lisan kepada seseorang ,maka sesungguhnya orang itu tidak belajar selamanya . Hal ini merupakan fardhu ‘ain bagi setiap Muslim. Mengingat adanya ancaman-ancaman di dalam al-Qur’an bagi orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya padahal ia mengetahui ilmu tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتىَّ يَسْأَلَ عَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ بِهِ

,”Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga dia ditanya tentang ilmunya, apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut.” (HR. Ad Darimi nomor 537 dengan sanad shahih) .

B.     Ayat-Ayat yang Menyatakan Pentingnya Mengamalkan Ilmu

Dalam pandangan Al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan.
Dalam konteks ini, ditemukan ungkapan yang dinilai oleh sementara pakar sebagai hadis Nabi Saw :”Barangsiapa mengamalkan yang diketahuinya maka Allah menganugerahkan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.”             Atas dasar itu semua, Al-Quran memandang bahwa seseorang yang memiliki ilmu harus memiliki sifat dan ciri tertentu pula, antara lain yang paling menonjol adalah sifat khasyat (takut dan kagum kepada Allah) sebagaimana ditegaskandalamfirman-Nya,
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah ulama”(QS.Fathir[35]:28).           
              Dalam konteks ayat ini, ulama adalah mereka yang memiliki pengetahuan tentang fenomena alam.Rasulullah Saw. menegaskan bahwa: “Ilmu itu ada dua macam, ilmu di dalam dada, itulah yang bermanfaat, dan ilmu sekadar di ujung lidah, maka itu akan menjadi saksi yang memberatkan manusia.
Berikut ini adalah diantara ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan tentangpentingnya mengamalkan ilmu yang telah kita peroleh:
1.      Surat al-fatihah ayat 7
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Penggalan “…..jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka,” menafsirkan “ jalan yang lurus”. Orang-orang yang telah dianugerahi nikamat oleh Alloh, seperti :
“ Dan barangsiapa mentaatai Alloh dan Rosul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang yang soleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Alloh, dan Alloh cukup mengetahui,” (an-Nisa: 89-70)
Adh-Dahhak namenceritakan dari Ibnu Abbas,” jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya karena menaati dan menyembah-Mu, yaitu dari kalangan para malaikat-Mu, shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang soleh.” Hal ini sama dengan firman Robb kita,’
Hamid bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, ia berkata,” Saya bertanya kepada Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Tentang “ Bukan (jalan) mereka yang dimurkai...., beliau bersabda, yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya tentang “...bukan (pula jalan) mereka yang sesat.’ Beliau bersabda,” kaum Nashroni adalah orang-orang yang sesat.’ Begitu pula hadits yang diriwayatkan’.” Beliau bersabda,’kaum kaum nashroni adalah orang-orang yang sesat.’ Begitu pula hadits yang diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata,” saya bertanya kepada Rasulullohsholallohu ‘alaihi wasallam. Tentang orang-orang yang dimurkai, beliau bersabda,’kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang sesat, beliau bersabda,’ kaum Nashroni.
Surat al-fatihah ayat ke-7 ini memberitahukan kepada kita bahwa ada 3 golongan yang berbeda nasib:
1.      Orang yang telah dianugerahkan nikmat kepada mereka. Merekalah orang yang beruntung karena mereka mempunyai ilmu akan kebenaran dan pengamalannya dari ilmu tersebut.
2.      Orang Yahudi, mereka adalah orang yang mempunyai ilmu tetapi tidak beramal dengannya sehingga mereka berhak mendapat murka Alloh.
3.      Orang Nashroni, mereka adalah orang yang tidak mempunyai ilmu tetapi mereka beramal tanpa ilmu, sehingga mereka diklaim sebagi orang yang sesat bahkan bias menyesatkan orang lain.
Bertumpu pada hal tersebut maka seyogianya kita sebagai seorang Muslim untuk mengikuti langkah orang yang telah dianugerahkan nikmat kepada mereka, karena mereka mempunyai ilmu dan beramal dengan ilmu tersebut.

2.      Qur’an Surat At-Taubah ayat 122

وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Ayat ini merupakan penjelasan dari Alloh Ta’ala bagi berbagai golongan penduduk Arab yang hendak berangkat bersama Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam ke perang Tabuk. Sesungguhnya , ada segolongan ulama salaf yang berpendapat bahwa setiap muslim wajib berangkat untuk berperang, apabila
Rasululloh pun berangkat. Oleh karena itu, Alloh Ta’ala berfiraman,” Maka, pergilah kamu semua dengan ringan maupun berat.” (At-Taubah:41).
Surat at-taubah di atas dinasakh oleh firman Alloh “ tidak sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang arab Badui yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai Rasululloh.” (at-taubah;120). Pendapat lain mengatakan: semua golongan dari penduduk Arab yang muslim wajib berangkat perang. Kemudian, dari sekian golongan itu harus ada yang menyertai Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallamguna memahami agama lewat wahyu yang diturunkan kepadanya, kemudian mereka dapat memperingatkan kaumnya apabila mereka telah kembali, yaitu ihwal persoalan musuh.
Ayat ini menerangkan tentang kewajiban seluruh kaum muslimin arab untuk mengikuti perang bersama Rasululloh. Kemudia dari sekian golongan itu harus ada yang berdiam diri untuk menimba ilmu dari Rasullulloh Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti, dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakkan sendi-sendi islam ..
Dalam ayat ini adalah kalimat (untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali). Maka jelaslah pentingnya orang yang menuntut ilmu kemudian mengamlakan ilmunya tersebut dengan cara mengajarkannya (memberi peringatan) kepada kaumnya. Sehingga ilmu tersebut bisa berguna bagi dirinya dan orang lain.  Tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum mukmin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan dakwahnya dan membelanya, serta menerangkan rahasia-rahasianya kepada seluruhumatmanusia. 

3.      Al-Qur’an Surat Al-‘Ashr ayat 3
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ
Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Ayat ini menyebutkan tentang kriteria orang-orang yang terbebas dari justifikasi“rugi”. Diantaranya ada dua syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh seorang hamba yakni sebagai berikut:
1.      Iman
Syarat pertama, yaitu beriman kepada Allah swt. Dan keimanan ini tidak akan terwujud tanpa ilmu, karena keimanan merupakan cabang dari ilmu dan keimanan tersebut tidak akan sempurna jika tanpa ilmu.  Ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu ‘ain) untuk mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf dalam berbagai permasalahan agamanya, seperti prinsip keimanan dan syari’at-syari’at Islam, ilmu tentang hal-hal yang wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia butuhkan dalam mu’amalah, dan lain sebagainya.

2.      Amal
Syarat yang kedua adalah amal. Seorang tidaklah dikatakan menuntut ilmu kecuali jika dia berniat bersungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu tersebut. Maksudnya,  seseorang dapat mengubah ilmu yang telah dipelajarinya tersebut menjadi suatu perilaku yang nyata dan tercermin dalam pemikiran dan amalnya.
Mengenai ayat ini, Ibnu Katsir  mengungkapkan di dalam tafsirnya: 
Dengan demikian Alloh memberikan pengecualian dari kerugian itu kepada orang-orang yang beriman dengan hati mereka, dan mengerjakan amal shaleh dengan anggota tubuh mereka, mewujudkan semua bentuk ketaatan dan meninggalkan semua yang diharamkan, dan bersabar atas segala macam cobaan, takdir, serta gangguan-gangguan yang dilancarkan kepada orang-orang yang mengamalkan amal ma’ruf dan nahi munkar.
      Hadits yang Berkaitan dengan Pentingnya Mengamalkan Ilmu
من يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan membuat dia faqih (paham) tentang ilmu agama.”(HR Bukhari dan Muslim).
Jika seorang mengetahui syariat Alloh, akan tetapi ia tidak mengamalkannya, maka orang seperti itu bukanlah seorang yang fakih (memahami isi agamanya), sekalipun ia hafal dan memahami isi kitab fikih paling besar diluar kepala. Ia hanya dinamakan seorang qori saja. Orang  fakih adalah orang yang mengamalkan ilmunya
 Dari sinilah kejelasan informasi yang disampaikan oleh Ibnu Mas’ud yang hendak memberitahukan kepada kita tentang pentingnya mengamalkan ilmu yang telah kita perolah. Sehingga kita menjadi orang yang dikatakan faqih dalam hadits tersebut, bukan seorang Qori yang hanya membaca saja tanpa ada amal yang ia lakukan dari ilmu tersebut.
Orang-orang seperti mereka ini terbagi kepada dua kelompok:
1.      Sekelompok orang yang mengerti dan memahami serta mengamalkan al-quran dan sunnah kemudian mengajarkannya kepada orang lain.
2.     Sekelompok orang yang hanya mampu menyampaikannya saja. Contohnya seperti orang yang meriwayatkan dan menghafal sebuah hadits, namun tidak memahaminya.
            Dari Ibnu Mas’ud Ra. Berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Janganlah kamu hasud kecuali dalam dua hal : orang yang diberi kekayaan allah, maka dipergunakan untuk membela haq kebenaran, dan orang yang diberi oleh allah ilmu pengetahuan, hikmah maka diajarkan kepada semua orang.” (HR.Bukhari Muslim)
            Dari Abdullah Bin Amru Bin Al-ash Ra. Berkata : Bersabda  Nabi SAW : “Sampaikanlah dari ajaranku walaupun hanya satu ayat, dan ceritakan tentang bani israil dengan tiada terbatas dan siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja hendaknya menentukan tempatnya dalam api neraka.” (HR. Bukhari).

           
Dari Abu Hurairah Ra. Bahawasanya Rasulullah SAW telah bersabda: “Barang siapa menempuh suatu jalan berpegian dengan maksud mencari ilmu, niscaya allah memudahkan baginya jalan ke surga” (HR. Muslim).

            Dari Abu Darda Ra. Berkata : Saya telah mendengar Rasulullah SAW Bersabda : “Siapa yang melalui jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Dan para malaikat selalu meletakkan sayapnya menaungi para pelajar karena senang dengan perbuatan mereka. Dan seseorang yang berilmu (alim) dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi danikan-ikandidalamair.”

            Abu Umamah Ra. Berkata : Rasulullah SAW. Bersabda : “Kelebihan orang ‘almi (berilmu pengetahuan) dari orang yang ibadah, bagaikan kelebihanku terhadap orang yang terendah di antara kamu, kemudian Nabi bersabda : “Sesungguhnya allah dan para malaikatnya dan semua penduduk langit dan bumi hingga semut yang di dalam lobangnya dan ikan-ikan selalu mendo’akan kepada guru yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi).

            Dari Abu Hurairah Ra. Berkata : Rasulullah SAW Bersabda : “Jika mati anak Adam (manusia) maka terputuslah amal usahanya kecuali tiga hal : sedekah yang berjalan terus (amal jariah), ilmu pengetahuan yang berguna, anak yang salehmendo’akanpadaNya.”(HR.Muslim).

            Dari Anas Ra Berkata : Rasulullah SAW. Bersabda : “Siapa yang keluar untuk menuntut ilmu ia berjuang Fi Sabilillah hingga kembali.” (HR Tirmidzi).
            “Kelebihan orang yang berilmu pengetahuan dengan orang yang beribadah bagaikan kelebihan sinar bulan atas lain-lain binatang. dan sesungguhnya ulama’ sebagai pewaris nabi-nabi, sesungguhnya nabi  tidak mewariskan uang dinar atau dirham hanya mereka mewariskan ilmu agama, maka siapa yang tela mendapatkannya berarti telah mengambil bahagiaan yang besar.” (HR.Abu Daud, danAt-Tirmidzi).

            Dan dari Ibnu Mas’ud Ra. Berkata : “Saya telah mendengar Rasulullah SAW Bersabda : “Allah akan memberi cahaya yang berkilauan pada orang yang telah mendengar ajaranku, lalu disampaikanya kepada orang lain sebagai mana pendengarnnya. Ada kalanya orang yang disapaikan padanya lebih mengerti dari padapendengaritusendiri.”(HR.Thirmidzi).

            Bersabda Rasulullah SAW “Tidurnya orang alim itu lebih utama dari ibadanyaorangbodoh.”
            Dari Ibnu Umar Ra. Berkata: “Bersabda Rasulullah SAW. : “Setiap sesuatu ada jalannya dan jalan ke surga adalah dengan ilmu.” (HR. Dailamy).
            "Barang siapa mempelajari suatu ilmu yang berguna untuk Allah, Allah akan memberi pahala kebajikan penghuni dunia selama 7.000 tahun. Puasa siang harinya serta ibadah malam harinya selalu diterima Allah tanpa ada yang ditolak." (Hadist).

C.    Hukum Mengamalkan Ilmu dan Ancamannya

Mengamalkan ilmu merupakan suatu kewajiban pokok setiap Muslim. Adapun meninggalkannya memilki konsekuensi yang beragam, tergantung hukum dari amalan yang ditinggalkan, hukumnya bisa jadi kufur, maksiat, makruh, atau mubah.
1.      Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan kekufuran, seperti meninggalkan untuk mengamalkan tauhid. Seseorang mengetahui bahwasanya wajib mentauhidkan Allah dalam ibadah dan tidak boleh berbuat syirik, tetapi dia meninggalkan tauhid ini dengan melakukan perbuatan syirik, Maka dengan demikian dia telah terjatuh dalam kekufuran.
2.      Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan maksiat, seperti melanggar salah satu larangan Allah. Seseorang mengetahui bahwasanya khamr itu diharamkan. Tetapi dia malah meminumnya atau menjualnya. Maka orang ini telah jatuh dalam keharaman dan telah berbuat maksiat.
3.      Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan perbuatan makruh, seperti menyelisihi tuntunan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah tatacara ibadah. Seseorang telah mengetahui bahwasanya Rasulullah melakukan shalat dengan cara tertentu kemudian dia menyelisihinya, maka dengan penyelisihannya itu dia telah jatuh dalam perkara yang makruh.
4.      Meninggalkan beramal dengan ilmu bisa jadi mubah. Seperti tidak mengikuti Rasulullah dalam perkara-perkara yang merupakan kebiasaan Rasulullah yang tidak disunnahkan atau diwajibkan bagi kita untuk menirunya, seperti tatacara berjalan, warna suara dan semisalnya.
Sungguh sangat bagus ucapan Al-Fudhail Bin ‘Iyadh :
(لا يزال العالم جاهلاً حتى يعمل بعلمه فإذا عمل به صار عالماً)
“Seorang ‘alim tetap dikatakan jahil sebelum ia mengamalkan ilmunya, jika ia mengamalkannya maka barulah ia dikatakan seorang alim.”
Ucapan ini mengandung makna yang dalam. Seseorang mempunyai ilmu namun tidak diamalkan maka ia tetap dikatakan jahil (bodoh). Mengapa? Karena tidak ada yang membedakan antara dirinya dengan orang yang jahil (bodoh) jika dia memiliki ilmu tapi dia tidak mengamalkan ilmunya. Seseorang yang berlimu tidak dikatakan ‘alim / ulama yang tulen kecuali jika ia mengamalkan ilmunya.
            Beberapa ancaman yang diterangkan di dalam hadits untuk orang yang engganmengamalkanilmunya:
1.“Orang yang berilmu ilmu dan amal (masuk ke) dalam surga, maka apabila orang yang berilmu tidak mengamalkan (ilmunya) maka ilmu dan amal masuk ke surga dan orang yang berilmu masuk ke dalam neraka.” (HR. Ad-Dailami).


2.“Dari Abu Hurairah Ra. Berkata : Rasulullah SAW bersabda: ”Barang siapa ditanya tentang susuatu ilmu, kemudian ia menyembunyikannya, maka pada hari kiamat akan dikendalikan (diikat) mulutnya dengan kendali tali dari api neraka.” (HR.Abudauddantirmidzi).

3.“Dari Abdullah Bin Umar Ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa menyembunyikan suatu ilmu, maka allah akan mengendalikan (mengikat) mulutnya pada hari kiamat dengan tali kendali dari api neraka.” (HR. Ibnu Majah).

4.“Dari Abu Hurairah Ra. Berkata : “Bersabda Rasulullah SAW. :  “Barang siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya ditujukan kepada allah, tiba-tiba ia tidak mempelajari itu untuk Allah (untuk agama Allah) hanya untuk mendapat kedudukan atau kekayaan dunia maka tidak akan mendapat baunya surga pada harikiamat.”(HR.AbuDaud).

5.Dari Abu Said Ra. Berkata : “Bersabda Rasulullah SAW. : ”Orang yang menyembunyikan ilmu maka dia mendapat kutukan dari segala sesuatu sehingga ikan dilaut dan burung di udara juga mengutuknya.” (HR.Abu Dzur)

6."Barang siapa mempelajari suatu ilmu yang berguna, Allah Akan Memberi Pahala kebajikan penghuni dunia selama 7000 tahun. Puasa siag Harinnya serta ibadah malam harinya selalu diterima Allah tanpa ada yang di tolak" (Al-Hadist)
            Dari Usamah bin Zaid, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِى النَّارِ ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِى النَّارِ ، فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ ، فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ ، فَيَقُولُونَ أَىْ فُلاَنُ ، مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلاَ آتِيهِ ، وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ
“Ada seseorang yang didatangkan pada hari kiamat lantas ia dilemparkan dalam neraka. Usus-ususnya pun terburai di dalam neraka. Lalu dia berputar-putar seperti keledai memutari penggilingannya. Lantas penghuni neraka berkumpul di sekitarnya lalu mereka bertanya, “Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu dahulu yang memerintahkan kami kepada yang kebaikan dan yang melarang kami dari kemungkaran?” Dia menjawab, “Memang betul, aku dulu memerintahkan kalian kepada kebaikan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya. Dan aku dulu melarang kalian dari kemungkaran tapi aku sendiri yang mengerjakannya.” (HR. Bukhari no. 3267 dan Muslim no. 2989)
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.” (QS Al-Shaff [61] ayat : 2-3)
“Mengapa kalian menyuruh orang lain berbuat kebajikan, sedang kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab? Maka tidakkah kalian berpikir?” (QS Al-Baqarah [2] ayat 44)
Rasulullah Saw bersabda : “Kami berlindung kepada Allah dari ilmu yang tiada bermanfaat, yaitu ilmu yang tidak diamalkan dengan ikhlas. Dan ketahuilah! Bahwa ilmu walaupun sedikit membutuhkan amal yang banyak, karena ilmu walaupun sedikit diwajibkan bagi pemiliknya untuk mengamalkannya sepanjang hidupnya.” (Al-Hayah 2: 274; Bihar al-Anwar 2 : 32)
Rasulullah Saw bersabda : “Perumpamaan orang yang mengetahui kebaikan tapi tidak mengamalkannya adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi orang banyak tapi justru membakar dirinya sendiri.” (Al-Hayah 2 : 278)
Imam Ali as berkata : “Rusaknya ilmu adalah karena meninggalkan amal.” (Ghurar al-Hikam : 136-137)
Imam Al-Shadiq as berkata : “Orang yang paling pedih azabnya (di neraka) adalah seorang yang berilmu (‘alim) tetapi ilmunya tidak memberikan manfaat baginya sedikit pun.” (Al-Hayah 2 : 276; Bihar al-Anwar 2 : 37)
Imam Ali as berkata : “Maka Allah mengutuk orang-orang bodoh karena mereka bergelimang maksiat dan Dia mengutuk orang-orang yang berilmu karena enggan mencegah perbuatan munkar!” (Nahjul Balaghah dengan komentar DR. Subhi Shalih, hlm. 299)

D.     Analisa Umum Mengenai Urgensi Mengamalkan Ilmu

Setelah kita mengkaji bersama, maka kita dapati betapa urgennya hal ini. Bisa dikatakan sebagai sebuah determinasi yang menyebabkan manusia mendapat kemuliaan yang besar ataukah kehinaan yang sangat rendah.
Adakalanya seorang hamba memperoleh suatu nilai dan kedudukan yang sangat tinggi disisi Robb-Nya karena ilmu yang telah ia amalkan di dalam kehidupannya. Dan adapula seorang hamba yang merugi, tertimbun dalam api penyesalan lantaran tidak mengamalkan ilmunya.
            Maka sebagai tholabul ‘ilm, hendaknya kita harus lebih berhati-hati. Jangan sampai ilmu yang kita dapatkan saat ini kelak akan menjadi sebuah bumerang mengerikan yang menyeret kita ke dalam api neraka. Na’udzu billahi min dzalik
            Ilmu hanya disebut ibadah dan terpuji apabila ilmu tersebut membuahkan amalan. Jika ilmu tidak membuahkan amal maka jadilah tercela dan akan menyerang pemiliknyaSungguh indah wasiat Al-Khathib al-Baghdadi kepada para penuntutilmu:

إِنِّي مُوصِيكَ يَا طَالِبَ الْعِلْمِ بِإِخْلَاصِ النِّيَّةِ فِي طَلَبِهِ، وَإِجْهَادِ النَّفْسِ عَلَى الْعَمَلِ بِمُوجَبِهِ، فَإِنَّ الْعِلْمَ شَجَرَةٌ وَالْعَمَلَ ثَمَرَةٌ، وَلَيْسَ يُعَدُّ عَالِمًا مَنْ لَمْ يَكُنْ بِعِلْمِهِ عَامِلًا، ... وَمَا شَيْءٌ أَضْعَفُ مِنْ عَالِمٍ تَرَكَ النَّاسُ عِلْمَهُ لِفَسَادِ طَرِيقَتِهِ ، وَجَاهِلٍ أَخَذَ النَّاسُ بِجَهْلِهِ لِنَظَرِهِمْ إِلَى عِبَادَتِهِ ...

وَالْعِلْمُ يُرَادُ لِلْعَمَلِ كَمَا الْعَمَلُ يُرَادُ لِلنَّجَاةِ ، فَإِذَا كَانَ الْعَمَلُ قَاصِرًا عَنِ الْعِلْمِ، كَانَ الْعِلْمُ كَلًّا عَلَى الْعَالِمِ ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ عِلْمٍ عَادَ كَلًّا، وَأَوْرَثَ ذُلًّا، وَصَارَ فِي رَقَبَةِ صَاحِبِهِ غَلًّا ، قَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِالْعِلْمُ خَادِمُ الْعَمَلِ، وَالْعَمَلُ غَايَةُ الْعِلْمِ

Aku memberi wasiat kepadamu wahai penuntut ilmu untuk mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu dan berusaha keras untuk mengamalkan konsekuensi ilmu. Sesungguhnya ilmu adalah pohon dan amal adalah buahnya. Seseorang tidak akan dianggap alim bila tidak mengamalkan ilmunya. Tidak ada yang lebih lemah dari kondisi seorang alim yang ditinggalkan ilmunya oleh masyarakat karena jalannya (yang kosong dari amal) dan seorang yang jahil yang diikuti kejahilannya oleh masyarakat karena melihat ibadahnya.”

Tujuan ilmu adalah amal, sebagaimana tujuan amal adalah keselamatan. Jika ilmu kosong dari amal maka ilmu itu akan menjadi beban (bumerang) bagi pemiliknya. Kita berlindung kepada Allah dari ilmu yang menjadi beban (bumerang) dan mendatangkan kehinaan, dan akhirnya menjadi belenggu di leher pemiliknya.
E.        Antusias dalam Menuntut Ilmu
            Ucapan oleh Khalifah Ali bin Abu Thalib: "Nilai setiap orang tergantung pada apa yang dia kuasai." Tidaklah ada satu kalimat pun yang lebih bisa memberikan semangat bagi penuntut ilmu daripada kalimat ini. Maka, waspadalah terhadap kesalahan orang yang berkata: "Generasi awal tidaklah meninggalkan apa pun untuk yang sesudahnya," akan tetapi lafazh yang benar adalah: "Berapa banyak yang ditinggalkan oleh generasi pertama untuk generasi berikutnya." Maka, kewajibanmu adalah memperbanyak belajar Sunnah Nabawiyah, dan curahkan kemampuanmu dalam menuntut, menimba, serta meneliti ilmu. Karena, setinggi apa pun ilmumu, engkau harus tetap ingat bahwa: "Berapa banyak yang masih ditinggalkan oleh generasi pertama untuk generasi selanjutnya."
kalimat yang paling bisa memberikan semangat belajar para penuntut ilmu adalah ilmu akan menjadi sebab diangkatnya derajat seseorang yang dikehendaki oleh ALLAH SWT ,yaitu orang-orang yang mempelajari ilmu agama yang benar dengan baik .firman Allah (yang artinya), ".... Katakanlah: 'Adaklah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ...." (Az-Zumar: 9).

Juga, firman-Nya, "... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ...." (Al-Mujaadilah: 11). Dan, sabda Nabi saw., "Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah mendapatkan kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia dalam urusan agama." (HR Bukhari dan Muslim). Dan, sabda beliau pula, "Ulama adalah pewaris para nabi." (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, dan Ad-Darimi).







BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan di atas ,dapat disimpulkan bahwa :
1.    Mengamalkan ilmu merupakan fardhu ‘ain bagi setiap Muslim. Mengingat adanya ancaman-ancaman di dalam al-Qur’an bagi orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya padahal ia mengetahui ilmu tersebut.
2.      Ayat-Ayat yang Menyatakan Pentingnya Mengamalkan Ilmu
      a.       Surat Al-Fatihah ayat 7
 “(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”
     b.      Qur’an surat At-Taubah ayat 122
 “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
    c.       Al-Qur’an surat Al-‘Ashr ayat 3
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
3.      Hukum orang yang tidak mengamalkan ilmu
Meninggalkannya memilki konsekuensi yang beragam, tergantung hukum dari amalan yang ditinggalkan, hukumnya bisa jadi kufur, maksiat, makruh, atau mubah.
  4.   Analisa Umum Mengenai Urgensi Mengamalkan Ilmu Bisa dikatakan sebagai sebuah determinasi yang menyebabkan manusia mendapat kemuliaan yang besar ataukah kehinaan yang sangat rendah.
5. Kalimat yang paling bisa memberikan semangat belajar para penuntut ilmu adalah firman Allah (yang artinya), ".... Katakanlah: 'Adaklah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ...." (Az-Zumar: 9).

B. Saran

Pembaca diharapan mengoreksi kesalahan yang telah dibuat oleh penuis pada pembuatan makalah ini .

 

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul  Karim dan terjemahannya
Abdush Shobur dan Haifa Zahra Anggawie,”Sungguh Allah Sangat Merindukan Kita,”yang Belajar yang Berilmu(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014)
Bernard Shaw ,Perbarui Hidupmu,

Keisya Aviecenna,”Beauty Jannaty,”

Dr. Muhammad Al-Ghazali,”Perbarui Hidupmu,”

Ibid.,hlm.127


Senin, 10 April 2017

MAKALAH
Teori tentang pendidikan dan pengembangan potensi fitrah insani
Untuk memenuhi tugas mata kuliah dasar-dasar pendidikan
Dosen pengampu :Ahyar Ahmad S., M.M.Pd.


Disusun Oleh :

·         Willi Aditya
·         M. Ridwan
·         Dewi rahmawati
·         Irsyad muhammad rizal
·         M. rizky
·         Ihsan soleh (tidak ikut mengerjakan)
·         Deden (tidak ikut mengerjakan)



FAKULTAS TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS STAI BAITUL ARQOM
2017


Kata Pengantar


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kesehatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya. Hingga berkat ridho-nya terselsaikannya makalah kami yang berjudul “Teori tentang pendidikan dan pengembangan potensi fitrah insani
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal meskipun masih banyak yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.















Penyusun




BAB IPENDAHULUAN



Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan (Kartini Kartono, 1997:11). Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama.
Demikian dua pengertian pendidikan dari sekian banyak pengertian yang diketahui. dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 2 Tahun 1989, “pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Sedangkan, “pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah.
Para ahli Filsafat Pendidikan, menyatakan bahwa dalam merumuskan pengertian pendidikan sebenarnya sangat tergantung kepada pandangan terhadap manusia; hakikat, sifat-sifat atau karakteristik dan tujuan hidup manusia itu sendiri. Perumusan pendidikan bergantung kepada pandangan hidupnya.
Dengan demikian, terdapat keaneka ragaman pendangan tentang pendidikan. Tetapi, “dalam keanekaragaman pandangan tentang pendidikan terdapat titik-titik persamaan tentang pengertian pendidikan, yaitu pendidikan dilihat sebagai suatu proses; karena dengan proses itu seseorang (dewasa) secara sengaja mengarahkan pertumbuhan atau perkembangan seseorang (yang belum dewasa). Proses adalah kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang sesuai dengan nilai-nilai yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar “transfer of knowledge” ataupun “transfer of training”, ….tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan
Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai islam.
Dalam al-Qur’an, dikatakan “tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya….” (ar-Rum : 30). Dengan demikian, manusia pada mulanya dilahirkan dengan “membawa potensi” yang perlu dikembangkan dalam dan oleh lingkungannya. Pandangan ini, “berbeda dengan teori tabularasa yang menganggap anak menerima “secara pasif” pengaruh lingkungannya, sedangkan konsep fitrah mengandung “potensi bawaan” aktif (innate patentials, innate tendencies) yang telah di berikan kepada setiap manusia oleh Allah.
Jadi, dari pandangan di atas, pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa “potensibawaan” seperti potensi “keimanan”, potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada Allah.


2.      Rumusan Masalah


Apa Saja Teori Pendidikan?
Bagaimana Cara Pengembangan Potensi Fitrah Insani?

3.      Tujuan Penulisan Makalah


Untuk Mengetahui Apa Saja Teori Pendidikan
Untuk Mengetahui Baaimna Caramengembangan Potensi Fitrah Insani



BAB IIPEMBAHASAN


1)      Pengertian Pendidikan
Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata “didik”, Lalu kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan upaya nyata untuk memfasilitasi individu lain, dalam mencapai kemandirian serta kematangan mentalnya sehingga dapat survive di dalam kompetisi kehidupannya. karena pendidikan adalah suatu kegiatan yang sistematis dan terarah kepada terbentuknya kepribadian individu, di semua lingkungan yang mengisi dan memfasilitasi ( lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat ).
Pendidikan juga merupakan aktivitas untuk melayani orang lain dalam mengeksplorasi segenap potensi dirinya, sehingga terjadi proses perkembangan kemanusiaannya agar mampu berkompetisi di dalam lingkup kehidupannya (Insan Cerdas dan Kompetitif).

2)      Teori-teori Pendidikan
1. Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874, 1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an, eksperimen Thondike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Dalam eksperimen kucing itu atau puzzle box kemudian dikenal dengan nama instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki (Hintzman,1978).

Berdasarkan eksperimen itu, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon, itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond theory” dan S-R psychology of learning”.
2.      Pembiasaan Klasik(classical conditioning)
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Povlo (1849-1936) seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun 1909.
Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut 9terrace, 1973).
Dalam eksperimennya Pavlor menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan-hubungan antara conditioning stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan Unconditioned response (UCR).
CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respon yang dipelajari
CR adalah respon yang dipelajari itu sendiri
UCS adalah rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari
UCR adalah respon yang tidak dipelajari

3.      Pembiasaan Perilaku Respon(operant conditioning)
Teori pembiasaan perilaku respon (operant conditioning) penciptanya bernama Burhus Fredic Skimer (lahir tahun 1904) seorang penganut behaviorism yang dianggap kontroversial. Tema yang mewarnai karyanya adalah bahwa tingkah Laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987)
4.      Teori Pendekatan Kognitif 
Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting bagi sains kognitif yang telah memberi konstribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi. Pendidikan sains kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas psikologi kognitif, ilmu-ilmu komputer, linguistik, intelegensi buatan matematika, epistemology dan neuropsychological/ psikologi syaraf.
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal mental manusia. Dalam pandangan ahli kognitif tingkah laku manusia tampak tidak dapat diukur dan diterbangkan tanpa melibatkan proses mental seperti; motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.

5.      Teori Kognitive – Gestalt – Field
Teori kognitif dikembangkan oleh para ahli psikologi Kognitif. Teori ini berbeda dengan Behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalh mengetahui dan bukan respons. Teori ini menekankan pada peristiwa mental, bukan hubungan Stimulus-respons.
Teori Gestalt,berkembang dijerman dengan pendirinya yang utama adalah Max Werthaimer, menurut Gestalt belajar siswa harus memahami makna hubungan anatar satu bagian dengan bagian lainnya. Belajar adalah mencari dan mendapatkan prognanz, menemukan keteraturan, keharmonisan dari sesuatu.
Teori medan atau Field, menurut teori ini individu selalu berada dalam suatu medan atau ruang hidup. Dalam medan hidup ini ada suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi untuk mencapainya selalu ada hambatan.
Jadi perbedaan pandangan antara pendekatan Behavioristik dengan Kognitif adalah sebagai berikut :
a.       Proses atau peristiwa belajar seseorang, bukan semata-mata antara ikatan Stimulus, Respons, melainkan juga melibatkan proses kognitif
b.     
b. Dalam peristiwa belajar tertentu yang sangat terbatas ruang lingkupnya misalnya belajar meniru sopan santun dimeja makan dan bertegur sapa. Peranan ranah cipta siswa tidak begitu menonjol, meskipun sesungguhnya keputusan untuk meniru atau tidak ada pada diri orang itu sendiri.
3)   Teori Pendidikan menurut Nana S. Sukmadinata
Kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori pendidikan tertentu.
Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu :
1.Pendidikan klasik,
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Eessensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.
Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
2.Pendidikan pribadi
Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis),
3.Teknologi pendidikan,
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama.
Dalam teori pendidikan ini, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus, berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual.
Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.

4.Pendidikan interaksional,
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru.
Lebih dari itu, dalam teori pendidikan ini, interaksi juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta.
Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.
3)      Pendekatan-Pendekatan dalam Teori Pendidikan
Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu:
(1)   pendidikan sebagai praktik dan (2) pendidikan sebagai teori.
Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain/peserta didik agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan
Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya: (1) pendekatan sains; (2) pendekatan filosofi; dan (3) pendekatan religi. (Uyoh Sadulloh, 1994).
       1. Pendekatan Sains
Pendekatan sains yaitu suatu pengkajian pendidikan untuk menelaah dan dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan disiplin ilmu tertentu sebagai dasarnya. Cara kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat diiris-iris menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.
Melalui pendekatan sains ini kemudian dihasilkan sains pendidikan atau ilmu pendidikan, dengan berbagai cabangnya, seperti: (1) sosiologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sosiologi dalam pendidikan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dalam pendidikan; (2) psikologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi untuk mengkaji perilaku dan perkembangan individu dalam belajar; (3) administrasi atau manajemen pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari ilmu manajemen untuk mengkaji tentang upaya memanfaatkan berbagai sumber daya agar tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien; (4) teknologi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari sains dan teknologi untuk mengkaji aspek metodologi dan teknik belajar yang efektif dan efisien; (5) evaluasi pendidikan; suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari psikologi pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa; (6) bimbingan dan konseling, suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama psikologi.
Tentunya masih banyak cabang-cabang ilmu pendidikan lainnya yang terus semakin berkembang yang dihasilkan melalui berbagai kajian ilmiah.
2. Pendekatan Filosofi
Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan dilakukan melalui metode berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh tentang pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga model: (1) model filsafat spekulatif; (2) model filsafat preskriptif; (3) model filsafat analitik. Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang ada, merenungkan secara rasional-spekulatif seluruh persoalan manusia dengan segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi manusia memliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan pengalaman Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, penilaian tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya merupakan gambaran dari fikiran kita. Dalam konteks pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat. Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada kata-kata, istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji suatu ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam sistem berfikir (disarikan dari Uyoh Sadulloh, 1994).
Dari kajian tentang filsafat pendidikan selanjutnya dihasilkan berbagai teori pendidikan, diantaranya: (1) perenialisme; (2) esensialisme; (3) progresivisme; dan (4) rekonstruktivisme. (Ella Yulaelawati, 2003).
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
3. Pendekatan Religi
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan sains maupun filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal atau ratio, dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan (keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir (1992) dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.
Sementara itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri : (1) memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan; (2) memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan filsafat (3) memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.
Dalam teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya. (selengkapnya lihat pemikiran Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam)
Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang terintegrasi dan memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner
.

A. Pengertian Fitrah
Fitrah berasal dari kata fathara yang sepadan dengan kata khalaqa dan ansyaa yang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansyaa digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian mencipta sesuatu yang sebelumnya belum ada dan masih merupakan pola dasar (blue print) yang perlu penyempurnaan.
B. Fitrah manusia
Konsep fitrah manusia yang mengandung pengertian pola dasar kejadian manusia dapat dijelaskan dengan meninjau:
ü  Hakekat wujud manusia,
ü  Tujuan penciptaannya,
ü  Sumber Daya Insani (SDM),
ü  Citra manusia dalam islam.
Dari hakekat wujudnya sebagai makhluk individu dan sosial dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan islam keberadaan pribadi seseorang adalah:
·         Pribadi yang aktivistik karena tanpa aktivitas dalam masyarakat berarti adanya sama dengan tidak ada (wujuduhu ka ‘adamihi), artinya hanya dengan aktivitas, manusia baru diketahui bagaimana pribadinya.
·         Pribadi yang bertanggung jawab secara luas, baik terhadap dirinya, terhadap lingkungannya, maupun terhadap tuhan.
Dengan kesimpulan di atas mengeinplisitkan adanya pandangan rekonstruksionisme (rekonstruksi sosial) dalam pendidikan islam melalui individualisasi dan sosialisasi.
1. Tujuan Penciptaan
Tujuan utama penciptaan manusia ialah agar manusia beribadah kepada Allah. (Q.S. Az-Zahriyah: 56).
Manusia dicipta untuk diperankan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. (Q.S. Al-Baqarah: 30, Yunus 14, Al-An’am: 165).
 Manusia dicipta untuk membentuk masyarakat manusia yang saling kenal-mengenal, hormat menghormati dan tolong-menolong antara satu dengan yang lain (Q.S. Al-Hujurat: 13), tujuan penciptaan yang ketiga ini menegaskan perlunya tanggung jawab bersama dalam menciptakan tatanan kehidupan dunia yang damai.

2. Sumber Daya Manusia
Esensi SDM yang membedakan dengan potensi-potensi yang diberikan kepada makhluk lainnya dan memang sangat tinggi nilainya ialah “kebebasan” dan “hidayah Allah”, yang sesungguhnya inheren dalam fitrah manusia.
3. Citra manusia dalam Islam.
Berdasarkan uraian tentang fitrah manusia ditinjau dari hakekat wujudnya, tujuan penciptaannya dan sumber daya insaninya, tergambar secara jelas bagaimana citra manusia menurut pandangan islam:
Islam berwawasan optimistik tentang manusia dan sama menolak sama sekali anggapan pesimistik dari sementara filosof eksistensialis yang menganggap manusia sebagai makhluk yang terdampar dan terlantar dalam hidup dan harus bertanggung jawab sendiri sepenuhnya atas eksistensinya.
Perjuangan hidup manusia bukan sekedar trial and error belaka tetapi sudah mempunyai arah dan tujuan hidup yang jelas dan yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana. Untuk mencapainya manuia telah diberi pedoman serta kemampuan, yakni akal dan agama.
Manusia makhluk yang paling mampu bertanggung jawab karena dikaruniai seperangkat alat untuk dapat bertanggung jawab yaitu kebebasan berpikir berkehendak, dan berbuat.
C. Implikasi Fitrah Manusia Dalam Pendidikan
1. Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis
Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai, “Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral memang belum selesai, “morally is unfinished”.
Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan responsif, sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung jawab). Oleh karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.
2. Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris.
Dengan bantuan kajian psikologik, implikasi fitrah manusia dalam pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa jasa pendidikan dapat diharapkan sejauh menyangkut development dan becoming sesuai dengan citra manusia menurut pandangan islam.
3. Konsep fitrah dan aliran konvergensi
Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya.
Adapun kedekatannya:
v  Pertama: Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan,
v  Kedua: Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.
Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku sehingga tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang potensial
Kajian tentang manusia telah banyak dilakukan para ahli yang selanjutnya dikaitkan dengan berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, social, budaya, pendidikan, agama dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena manusia selain sebagai subjek (pelaku), juga sebagai objek (sasaran) dari berbagai kegiatan tersebut. Termasuk dalam kajian Ilmu Pendidikan Islam. Pemahaman terhadap manusia menjadi penting agar proses pendidikan tersebut dapat beerjalan dengan efektif dan efisien.
Pengetahuan tentang asal kejadian manusia adalah amat penting dalam merumuskan tujuan pendidikan bagi manusia. Asal kejadian ini justru harus dijadikan pangkal tolak dalam menetapkan pandangan hidup bagi orang Islam. Pandangan tentang kemakhlukan manusia cukup menggambarkan hakikat manusia. Manusia adalah makhluk (ciptaan) Allah adalah salah satu hakikat wujud manusia.
Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran mengungkapkan pendapat Alexis Carrel tentang kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia bahwa
“Sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, kendatipun kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuwan, filosof, sastrawan dan para ahli bidang keruhanian sepanjang masa ini. Tapi kita (manusia) hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secara utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan ini pun pada hakikatnya dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri.
Pada hakikatnya, kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh mereka yang mempelajari manusia kepada diri mereka hingga kini masih tetap tanpa jawaban.
Satu-satunya jalan untuk mengenal dengan baik siapa manusia, adalah merujuk kepada wahyu Illahi (Al-Quran) dan As-Sunnah (Hadits Rosulullah SAW), agar kita dapat menemukan jawabannya. Bagaimanakah perspektif Al-Quran dan As-Sunnah tentang hakikat dan fitrah manusia? Makalah ini berusaha mengungkapkan Hakikat dan Fitrah manusia dalam perspektif Al-Quran dan As-Sunnah.
D. Hakikat Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an
Hakikat manusia dalam perspektif Al-Quran? Di dalam Al-Quran, manusia merupakan salah satu subjek yang dibicarakan, terutama yang menyangkut asal-usul dengan konsep penciptaannya, kedudukan manusia dan tujuan hidupnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena al-Quran memang diyakini oleh kaum muslimin sebagai firman Allah SWT yang ditujukan kepada dan untuk manusia.
Ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia, 4 yaitu:
a. Menggunakan kata yang terdiri dari huruf alif, nun dan sin semacam insan, ins, nas atau unas.
b. Menggunakan kata basyar.
c. Menggunakan kata Bani adam dan Dzuriyat Adam.
Sementara Ramayulis dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam mengatakan bahwa istilah manusia dalam Al-Quran dikenal tiga kata, yakni kata al-insân, al-basyâr dan al-nâs.53 Quraish Shihab. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat.
Walaupun ketiga kata di atas menunjukkan arti pada manusia, tetapi secara khusus memiliki pengertian yang berbeda:
1) Al-Insân
Al-Insân terbentuk dari kata yang berarti lupa. Kata al-insân dinyatakan dalam al-Quran sebanyak 73 kali yang disebut dalam 43 surat. Penggunaan kata al-insân pada umumnya digunakan pada keistimewaan manusia penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan proses penciptaannya. Keistimewaan tersebut karena manusia merupakan makhluk psikis disamping makhluk pisik yang memiliki potensi dasar, yaitu fitrah akal dan kalbu. Potensi ini menempatkan manusia sebagai makhluk Allah SWT yang mulia dan tertinggi dibandingkan makhluk-Nya yang lain.
Nilai psikis manusia sebagai al-insân yang dipadu wahyu Ilahiyah akan membantu manusia dalam membentuk dirinya sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang terwujud dalam perpaduan iman dan amalnya. Sebagaimana firman Allah SWT,
Artinya:“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”(QS. At-Thiin: 6)
Dengan pengembangan nilai-nilai tersebut, akhirnya manusia mampu mengemban amanah Allah SWT di muka bumi. Quraish Syihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran mengatakan bahwa kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Menurutnya pendapat ini jika ditinjau dari sudut pandang Al-Quran lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu yang berarti (berguncang). Kata insan, digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasan.
Kata al-insân juga menunjukkan pada proses kejadian manusia, baik proses penciptaan Adam maupun proses manusia pasca Adam di alam rahim yang berlangsung secara utuh dan berproses. Firman Allah:
Artinya: “(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah”.
Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya”. (QS. Shaad: 71-72)
Artinya:
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (QS. Al-Mukminûn: 12-13)
2) Al-Basyar
Al-Basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.
Kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-Quran sebanyak 36 kali yang tersebut dalam 26 surat.
Kata-kata tersebut diungkap dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya.
Pemaknaan manusia dengan Al-Basyar memberikan pengertian bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada di dalamnya, seperti makan, minum, perlu hiburan, seks dan lain sebagainya. Karena kata Al-Basyar ditunjukkan kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, ini berarti nabi dan rasul pun memiliki dimensi Al-Basyar seperti yang diungkapkan firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat Al-Kahfi ayat 110:Artinya:
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku… (QS. Al-Kahfi 110)
Dengan demikian penggunaan kata al-basyar pada manusia menunjukkan persamaan dengan makhluk Allah SWT lainnya pada aspek material atau dimensi jasmaniahnya.

3) Al-nâs
Kata al-nâs menunjukkan pada hakikat manusia sebagai makhluk social dan ditunjukkan kepada seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah beriman atau kafir.
Penggunaan kata al-nâs lebih bersifat umum dalam mendefinisikan hakikat manusia dibanding dengan kata al-insân.
Kata al-nâs juga dipakai dalam Al-Quran untuk menunjukkan bahwa karakteristik manusia senantiasa berada dalam keadaan labil. Meskipun telah dianugerahkan Allah SWT dengan berbagai potensi yang bisa digunakan manusia untuk mengenal Tuhannya, namun hanya sebagian manusia saja yang mau mempergunakannya, sementara sebagian yang lain tidak, justru mempergunakan potensi tersebut untuk menentang ke-Mahakuasa-an Tuhan. Dari sini terlihat bahwa manusia mempunya dimensi ganda, yaitu sebagai makhluk yang mulia dam yang tercela.
Dari uraian di atas, bahwa pendefinisian manusia yang diungkap dalam Al-Quran dengan istilah.
Al-Insân, Al-Basyar dan al-nâs menggambarkan tentang keunikan dan kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Hal ini memperlihatkan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh, antara aspek material (fisik/jasmani), dan immaterial (psikis/ruhani) yang dipandu oleh ruh Ilahiah. Kedua aspek tersebut saling berhubungan.
Dengan kelengkapan dua aspek material dan immaterial di atas, manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya. Disini manusia memerlukan bimbingan,binaan dan pendidikan yang seimbang, harmonis dan integral, agar kedua aspek tersebut dapat berfungsi dengan baik dan produktif.
E. Hakikat Manusia Dan Kedudukannya Di Alam Semesta
Pemahaman tentang manusia merupakan bagian dari kajian filsafat. Tak mengherankan jika banyak sekali kajian atau pemikiran yang telah dicurahkan untuk membahas tentang manusia . walaupun demikian, persoalan tentang manusia ajan menjadi misteri yang tek terselesaikan. Hal ini menurut Husein Aqil al-Munawwar dalam Jalaluddin (2003: 11) karena keterbatasan pengetahuan para ilmuan untuk menjangkau segala aspek yang terdapat dalam diri manusia. Lebih lanjut Jalaluddin (2003: 11) mengatakan bahwa manusia sebagai makhluk Allah yang istimewa agaknya memang memiliki latar belakang kehidupan yang penuh rahasia.
Dengan demikian, memang yang menjadi keterbatasan untuk mengetahui segala aspek yang terdapat pada diri manusia itu adalah selain keterbatan para ilmuan untuk mengkajinya, juga dilatarbelakangi oleh faktor keistimewaan manusia itu sendiri.
Walaupun demikian, sebagai hamba yang lemah, usaha untuk mempelajarinya tidaklah berhenti begitu saja. Banyak sumber yang mendukung untuk mempelajari manusia. Di antara sumber yang paling tinggi adalah Kitab Suci Al-Qur’an. Yang mana di dalamnya banyak terdapat petunjuk-petunjuk tentang penciptaan manusia. Konsep-konsep tentang manusia banyak dibahas, mulai dari proses penciptaan sampai kepada fungsinya sebagai makhluk ciptaan Allah.
Dalam makalah ini kami berupaya untuk menguraikan secara sederhana tentang hakikat manusia dan kedudukannya di alam semesta. Yang sudah tentu hal ini merupakan kajian untuk mempejari penciptaan manusia.
F. Hakikat Manusia
Berbicara tentang manusia berarti kita berbicara tentang dan pada diri kita sendiri makhluk yang paling unik di bumi ini. Banyak di antara ciptaan Allah yang telah disampaikan lewat wahyu yaitu kitab suci. Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibandingkan dengan makhluk yang lain. Menurut Ismail Rajfi manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan (Jalaluddin, 2003: 12).
Manusia mempunyai kelebihan yang luar biasa. Kelebihan itu adalah dikaruniainya akal. Dengan dikarunia akal, manusia dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam semesta ciptaan Allah adalah sebagai amanah.
Selain itu manusia juga dilengakapi unsur lain yaitu qolbu (hati). Dengan qolbunya manusia dapat menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran Ilahi secara spiritual (Jalaluddin, 2003: 14).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk yang lain, dengan memiliki potensi akal, qolbu dan potensi-potensi lain untuk digunakan sebagai modal mengembangkan kehidupan.
Hakikat wujud manusia menurut Ahmad Tafsir (2005: 34) adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa manusia mempunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyaknya potensi yang dimiliki. Dalam hal ini beliau membagi kecenderungan itu dalam dua garis besar yaitu cenderung menjadi orang baik dan cenderung menjadi orang jahat (2003: 35).
Secara rinci, M. Nasir Budiman (Kemas Badaruddin, 2007) mengklasifikasikan manusia ini menjadi empat klasifikasi, yaitu:
1. Hakikat manusia secara umum.
a. Manusia sebagai makhluk Allah SWT mempunyai kebutuhan untuk bertaqwa
kepadaNya.
b. Manusia membutuhkan lingkungan hidup, berkelompok untuk mengembangkandirinya.
c. Manusia mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan membutuhkan materialsertas spiritual yang harus dipenuhi.
d. Manusia itu pada dasarnya dapat dan harus dididik serta dapat mendidik diri sendiri.
2. Hakikat manusia sebagai subjek didik
a. Subjek didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasanpendidikan seumur hidup.
b. Subjek didik memiliki potensi baik fisik maupun psikologis yang berbeda sehinggamasing-masing subjek didik merupakan insane yang unik.
c. Subjek didik memerlukan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi.
d. Subjek didik pada dasarnya merupakan insane yang aktif menghadapi lingkunganhidupnya.
3. Hakikat manusia sebagai pendidik
a. Pendidik adalah agen perubahan
b. Pendidik berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat dan
agama.
c. Pendidik sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya kodisi belajar subjekdidik yang efektif dan efisien.
d. Pendidik bertanggung jawab terhadap keberhasilan tujuan pendidikan.
e. Pendidik dan tenaga kependidikan dituntut untuk menjadi contoh dalam pengelolaanproses belajar mengajar bagi calon guru yang menjadi subjek didiknya.
f. Pendidik bertanggung jawab secara professional untuk terus-menerus meningkatkan
kemampuannya.
g. Pendidik menjunjung tinggi kode etik profesionalnya.
4. Hakikat manusia sebagai anggota masyarakat.
a. Kehidupan masyarakat berlandaskan sistem nilai-nilai keagamaan, social dan budaya yang dianut oleh warga masyarakat. Sebagian daripada nilai-nilai tersebut bersifatlestari dan sebagian lain terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuandan teknologi.
b. Masyarakat merupakan sumber nilai-nilai yang memberikan arah normatif kepadapendidikan.
c. Kehidupan masyarakat ditingkatkan kualitasnya oleh insan-insan yang berhasilmengembangkan dirinya melalui pendidikan.


BAB IIIPENUTUP


Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia, baik itu potensi jasmani maupun rohani, pendidikan memainkan peranan penting yang tidak dapat dipungkiri. Dengan proses pendidikan, manusia mampu membentuk kepribadiannya, mentransfer kebudayaan dari suatu komunitas ke komunitas yang lain, mengetahui baik dan buruk dan lain sebagainya.